Sampah dan Hilangnya Manusia

“Tidak ada daya muslihat pada alam. Alam adalah angan-angan terhadap yang nirmala, segala yang murni dan baik. Alam tidak saja bumi yang dipijak, tempat bernaung, tetapi juga ruang menyejarah bagi manusia. Alam menuangkan saripatinya menyangga kehidupan, tidak terkecuali, manusia juga tergantung terhadapnya.” (Saras Dewi, 2018)

Hujan belum bosan mengguyur berturut-turut perbatasan dua kota yang sejuk di provinsi Jawa Barat. Semua penduduk khusuk terlelap, tak pernah mengira bahwa bangun bakal menjemput maut dalam rerimbunan sampah yang sudah akrab. Peristiwa bertanggal 21 februari 2005 tepat pukul 20.00 WIB di TPA leuwigajah kecamatan ciamis selatan membuat gempar sejagad. Sampah ternyata mampu merenggut ratusan jiwa dalam sekejap.

Peristiwa longsor sampah mampu membuat banyak orang tercengang yang membawa ke ritus permenungan. Sampah memang pantas meminta dipedulikan dan layak jadi perhatian. Tak terkecuali Kementerian lingkungan hidup dan kehutanan republik indonesia, kajian lalu permenunganya akhirnya berbuah hari peringatan peduli sampah nasional yang ditetapkan tepat ketika tragedi longsor sampah yang memakan korban jiwa ratusan terjadi, 21 februari.

Hari peduli sampah nasional kini berumur 14 tahun. Persoalan sampah masih belum usai. Sampah semakin saja meningkat dari tahun ke tahun. Sebelum peringatan hari peduli sampah nasional 2019 tiba. Kita digemparkan dengan video kehidupan bawah laut yang mengenaskan akibat rimbunan sampah dan kematian ikan paus sperma yang di dalam perutnya bersemayam aneka sampah plastik. Sampah mencari tempat yang longgar, lautan adalah pilihan.

Indonesia sebagai negara kepulauan, lautan yang ditaburi daratan, adalah wajar ketika menempati posisi terbesar kedua di dunia yang memilih menempatkan sampah(plastik)nya di lautan. Akibatnya sumber penting seperti ikan dan garam menjadi tercemar. Hal tersebut adalah bukti keberhasilan indonesia sebagai negara maritim dalam mengelola lautan. Luar biasa.

Sumber sampah terbesar di indonesia menurut kementrian lingkungan hidup dan kehutanan republik indonesia adalah rumah tangga dan pasar. Pada ruang ekonomi keduanya menempati rantai konsumsi dan distribusi. Hal tersebut dapat dijadikan sebagai indikator betapa overkonsuminya kita. Selain itu, betapa tidak pedulinya kita pada keberlanjutan alam ketika menyangkut persoalan membuat perut kenyang. Tiada harapan lagi ketika kita menatap daratan dan lautan. Lantas kemana lagi kita hendak menatap lalu menjumput harapan?

Kita sebagai produsen tetap sampah yang terus meningkatkan kapasitas produksi agaknya perlu membuat waktu khusus untuk memeringati capaian prestasi dari tahun ke tahun, untuk mengingat kembali apa yang sudah dilakukan dan merencanakan apa yang akan dilakukan ke depannya. Terpenting lagi adalah merayakan pencapaian yang luar biasa dalam sejarah manusia. perayaan musti dilakukan dengan meriah dan suatu yang belum ada sebelumnya. Hal yang agaknya belum dicoba oleh kita adalah menatap langit. Menatap dengan sungguh-sungguh hingga semarak kagum membuncah dan meledakan egoisme dalam diri kita lantas melahirkan kesadaran purba, siapa sebenarnya kita (manusia) dalam semesta.

Bersambung…..